Jumat, 31 Mei 2013

Kasus Penipuan Dominasi Kejahatan "Cyber"


JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus-kasus cyber crime di Indonesia didominasi oleh kasus penipuan, baik penipuan lewat internet maupun telepon. Laporan yang diterima polisi bukan laporan korban penipuan, melainkan sebatas laporan adanya praktik penipuan.
Kepala Subdirektorat IV Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Audie Latuheru mengatakan, jumlah laporan penipuan itu mencapai 40 persen dari seluruh kasus cyber crime. "Dilanjutkan dengan kasus pencemaran nama baik sekitar 30 persen dan sisanya adalah kejahatan pencurian data (hacking) dan kejahatan cyber lainnya," katanya saat ditemui Kompas.com di kantor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Senin (15/4/2013) petang.
Menurut Audie, kasus pencemaran nama baik banyak terjadi karena maraknya penggunaan situs jejaring sosial. Namun, jumlahnya belum bisa menyaingi kasus penipuan yang marak terjadi.
Secara keseluruhan, kasus cyber crime di Indonesia mencapai jumlah sekitar 520 kasus di tahun 2011 dan 600 kasus di tahun 2012. Audie mengatakan, jumlah ini akan terus meningkat seiring meningkatnya laporan masyarakat.
Adapun jumlah kasus yang bisa diungkap tidak bisa didata dengan pasti. Audie mengatakan bahwa penangangan terhadap kasus-kasus kejahatan seperti ini masih terkendala masalah ruang. Ia mengatakan, dunia maya adalah dunia tanpa batas. Oleh karena itu, polisi memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk mengungkap kasus penipuan semacam ini.
"Penanganannya bisa cepat, sehari langsung tertangkap, bisa juga lama. Ada kasus yang dilaporkan dari tahun 2011, tetapi sampai tahun ini belum selesai. Semua tergantung kreativitas pelaku dalam menyembunyikan dirinya," kata dia.
Saat ini Ditreskrimsus Polda Metro Jaya sedang menyelidiki penipuan lewat SMS. Jenis penipuan tersebut berupa penawaran tiket murah, memenangkan undian, pembayaran uang kontrak rumah, penawaran elektronik murah, dan sebagainya. Audie mengatakan, sebagian besar laporan yang diterima polisi bukan berupa laporan karena tertipu, melainkan laporan yang berisi informasi bahwa pelapor menerima SMS berbau penipuan tersebut.
"Masyarakat sekarang sudah mulai pintar. Kami hanya menerima laporan informasi saja, tanpa adanya kerugian dari pelapor," katanya.
Audie mengatakan, pada Februari 2013 tercatat ada satu laporan kerugian atas penipuan SMS undian dan penawaran tiket murah.

Editor :
Laksono Hari W

Rabu, 22 Mei 2013

Ulah Hacker "divkum.polri.go.id" Lumpuh


Situs Kepolisian Republik Indonesia Divisi Hukum di laman http://divkum.polri.go.id benar-benar dibombardir serangan dedemit dunia maya.

Situs tersebut juga sudah disusupi peretas pada dua hari kemarin. Sampai berita ini diturunkan, yaitu Sabtu (18/5) pukul 18:22 WIB, situs tersebut masih tidak bisa diakses.

Begitu situs dibuka, yang tampil adalah gambar kartun polisi dan tulisan "hacked by larcenciels." Di bawah tulisan tersebut terdapat juga tulisan sila ke-5 Pancasila yang berbunyi: "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia."

Ada juga sejenis tulisan bernada protes bahwa "heker 6 tahun penjara, nyuri sandal 3 tahun penjara, koruptor 2 tahun penjara, dan anak menteri nabrak tewas 1 tahun penjara"

Sepertinya, peretasan tersebut merupakan balas dendam atas hukuman yang diberikan Wildan, sang peretas situs Presiden SBY.

Sebagian kalangan menilai kisah peretas situs Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di presidensby.info, Wildan Yani Ashari, yang akhirnya mulai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur, perlu diwaspadai dampak luasnya.

Menurut Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, serangan-serangan hacker yang terjadi terhadap situs Kepolisian RI dan juga Kementerian Pertahanan, bukan tidak mungkin dikarenakan imbas kasus Wildan, yang ternyata dibohongi karena sebelumnya disebutkan beberapa pihak dari pemerintah dan DPR untuk dibina. "Karena ternyata, Wildan dibina di Lembaga Pemasyarakatan dan harus menjalani persidangan, sehingga Indonesia patut mewaspadai serangan cyber crime selanjutnya," tuturnya.

(mdk/ega)

Situs Kepolisian Republik Indonesia Divisi Hukum di laman http://divkum.polri.go.id benar-benar dibombardir serangan dedemit dunia maya.

Situs tersebut juga sudah disusupi peretas pada dua hari kemarin. Sampai berita ini diturunkan, yaitu Sabtu (18/5) pukul 18:22 WIB, situs tersebut masih tidak bisa diakses.

Begitu situs dibuka, yang tampil adalah gambar kartun polisi dan tulisan "hacked by larcenciels." Di bawah tulisan tersebut terdapat juga tulisan sila ke-5 Pancasila yang berbunyi: "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia."

Ada juga sejenis tulisan bernada protes bahwa "heker 6 tahun penjara, nyuri sandal 3 tahun penjara, koruptor 2 tahun penjara, dan anak menteri nabrak tewas 1 tahun penjara"

Sepertinya, peretasan tersebut merupakan balas dendam atas hukuman yang diberikan Wildan, sang peretas situs Presiden SBY.

Sebagian kalangan menilai kisah peretas situs Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di presidensby.info, Wildan Yani Ashari, yang akhirnya mulai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur, perlu diwaspadai dampak luasnya.

Menurut Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, serangan-serangan hacker yang terjadi terhadap situs Kepolisian RI dan juga Kementerian Pertahanan, bukan tidak mungkin dikarenakan imbas kasus Wildan, yang ternyata dibohongi karena sebelumnya disebutkan beberapa pihak dari pemerintah dan DPR untuk dibina. "Karena ternyata, Wildan dibina di Lembaga Pemasyarakatan dan harus menjalani persidangan, sehingga Indonesia patut mewaspadai serangan cyber crime selanjutnya," tuturnya.

(mdk/ega)

Ancaman Cyber Perencanaan untuk Proses Mendatang


Penolakan serangan layanan, gangguan jaringan, hacker yang disponsori negara bertekad mengorbankan keamanan nasional kita: Ancaman cyber berkembang, dan sebagai respons, kata Direktur FBI Robert S. Mueller, Biro harus terus memperkuat kemitraan dengan instansi pemerintah lainnya dan industri dan swasta melakukan perlawanan terhadap penjahat.


"Intrusi Jaringan menimbulkan ancaman mendesak untuk keamanan nasional kita dan perekonomian kita," kata Mueller sekelompok profesional keamanan dunia maya di San Francisco hari ini. "Jika kita ingin menghadapi ancaman ini berhasil," jelasnya, "kita harus mengadopsi pendekatan terpadu" yang mempromosikan kemitraan dan kecerdasan berbagi-dengan cara yang sama kita menanggapi terorisme setelah serangan 9/11.





Fokus pada Hacker dan intrusi

FBI selama tahun lalu telah menempatkan sebuah inisiatif untuk mengungkap dan menyelidiki serangan intrusi berbasis web dan mengembangkan kader ilmuwan komputer dilatih khusus mampu mengekstrak tanda tangan digital hacker 'dari pegunungan kode berbahaya. Pelajari lebih lanjut


FBI belajar setelah 9/11 bahwa "misi kami adalah untuk menggunakan keterampilan dan sumber daya kami untuk mengidentifikasi ancaman teroris dan menemukan cara untuk mengganggu ancaman tersebut," kata Mueller. "Ini telah menjadi pola pikir di jantung dari setiap penyelidikan terorisme sejak itu, dan itu pasti benar dari setiap kasus di arena dunia maya juga."


Kemitraan yang menjamin aliran mulus intelijen sangat penting dalam memerangi kejahatan cyber, jelasnya. Dalam pemerintahan, National Cyber ​​Investigative Joint Task Force, yang terdiri dari 19 lembaga terpisah, berfungsi sebagai focal point untuk maya informasi ancaman. Tetapi industri-pribadi korban utama cyber gangguan-juga harus "mitra penting," kata Mueller, menunjuk ke beberapa inisiatif yang sukses.


Para Forensik Cyber ​​Nasional dan Aliansi Pelatihan, misalnya, adalah model untuk kolaborasi antara industri swasta dan penegakan hukum. Organisasi yang berbasis di Pittsburgh mencakup lebih dari 80 mitra dari industri-jasa keuangan, telekomunikasi, ritel, dan manufaktur, antara lain bidang-yang bekerja dengan mitra federal dan internasional untuk menyediakan intelijen ancaman real-time.


Contoh lain adalah Kerangka Enduring Keamanan, kelompok yang mencakup pemimpin dari sektor swasta dan pemerintah federal yang menganalisis arus dan potensi-ancaman yang berhubungan dengan serangan denial of service, malware, dan muncul perangkat lunak dan perangkat keras kerentanan.


Mueller juga mencatat maya upaya penjangkauan Biro untuk industri swasta. The Keamanan Domestik Aliansi Dewan, misalnya, termasuk petugas keamanan kepala dari lebih dari 200 perusahaan, yang mewakili setiap infrastruktur kritis dan sektor bisnis. Infragard, aliansi antara FBI dan industri, telah berkembang dari satu bab dalam 1996-88 bab hari dengan hampir 55.000 anggota di seluruh negeri. Dan minggu lalu, FBI mengadakan sesi pertama dari National Cyber ​​Eksekutif Institute, sebuah seminar tiga hari untuk melatih eksekutif industri terkemuka ancaman kesadaran cyber dan berbagi informasi.


"Seperti dicatat sebagai program outreach mungkin, kita harus berbuat lebih banyak," kata Mueller. "Kita harus membangun inisiatif ini untuk memperluas saluran berbagi informasi dan kolaborasi."


Dia menambahkan, "Selama dua dekade, cyber security perusahaan telah berfokus terutama pada pengurangan kerentanan. Ini adalah upaya berharga, tetapi mereka tidak dapat sepenuhnya menghilangkan kerentanan kita. Kita harus mengidentifikasi dan mencegah orang-orang di balik keyboard komputer. Dan setelah kami mengidentifikasi mereka-mereka menjadi aktor negara, kelompok penjahat terorganisasi, atau 18 tahun hacker-kita harus menyusun respon yang efektif, tidak hanya terhadap serangan tertentu, tetapi untuk semua kegiatan ilegal yang sama. "


"Kita perlu untuk meninggalkan keyakinan bahwa pertahanan yang lebih baik saja akan cukup," kata Mueller. "Daripada hanya membangun pertahanan yang lebih baik, kita harus membangun hubungan yang lebih baik. Jika kita melakukan hal-hal, dan jika kita bawa ke tugas-tugas rasa urgensi bahwa ancaman ini menuntut, "ia menambahkan," Saya yakin bahwa kita dapat dan akan mengalahkan ancaman cyber, sekarang dan di tahun-tahun mendatang. "


Sumber:
- Baca pernyataan Direktur Mueller
- Halaman Kejahatan Cyber
- National Cyber ​​Investigative Joint Task Force
- National Cyber ​​Forensik dan Aliansi Pelatihan
- Infragard

http://www.fbi.gov/

Selasa, 14 Mei 2013

Pengembangan Virus Cyber Attack Jepang



Serangan peretas akhir-akhir ini memang semakin menjadi-jadi, oleh karena itulah, Jepang dikabarkan sedang mengembangkan sebuah virus yang mampu melacak sumber serangan cyber, serta menetralisir programnya.
Pemerintah Jepang mempercayakan proyek tersebut kepada Fujitsu dengan gelontoran dana sebesar 179 Juta Yen atau sekitar 2,3 juta USD. Saat ini senjata tersebut sedang dalam proses percobaan dalam lingkungan yang terbatas.
Sebelumnya, Jepang telah berkali-kali terkena serangan cyber. Pada musim panas lalu komputer Jepang di kedutaan dan konsulatnya diserang, lalu setelah itu, pada bulan Oktober, parlemen Jepang juga terkena serangan cyber  yang nampaknya berakar pada email yang telah menyerang beberapa komputer milik para pembuat regulasi. Dan Pada bulan November kemarin, sistem komputer yang dijalankan oleh sekira 200 pemerintahan lokal Jepang juga mendapat serangan.
Senjata cyber yang dikembangkan oleh Jepang saat ini berbentuk virus. Oleh karena itu Jepang harus membuat perubahan dalam hukum penggunaan senjata cyber, karena senjata tersebut dapat melanggar hukum negara yang melarang pembuatan virus komputer.